Sebenarnya saya sudah
beberapa kali naik penerbangan Timur Tengah dalam perjalan ke Eropa, Amerika
Serikat atau daerah Timur Tengah sendiri.
Mengapa? Karena harganya relatif lebih murah. Saya pernah naik Emirates, Qatar, Ethihad dan
Turkish. Namun baru kali ini naik Saudia
Airlines. Memang tujuannya ke Jedah
untuk acara dengan IDB (Islamic Development Bank), sehingga teman-teman di
Kementerian membelikan Saudia Airlines yang terbang langsung
Jakarta-Jedah. Rombongan juga cukup
besar, karena di samping perwakilan dari Kementerian Ristek-Dkti juga diikuti
oleh perwakilan Bappenas dan tentu saja 7 universitas yang mendapatkan proyek 7
in 1.
Ketikan Pak Edy
Siswanto dari Kementerian menjelaskan kita akan naik Saudia Airlines karena
tidak perlu transit, sehingga lebih cepat tentu saya sangat senang, karena
minimal akan menghemat waktu sekitar 3 jam dibanding baik pesawat lain yang
biasanya transit di negara asal.
Eminrates transit di Dubai, Qatar transit di Doha dan Turkish trasit di
Istambul. Dalam hati saja juga ingin
mendapat pengalaman baru dan membayangkan tentu Saudia Airline lebih “mewah”
karena dimiliki oleh negara petro dolar.
Jamnya juga bagus, karena dari tiket pesawat akan take off jam 17.10 dan
tiba di Jedak pukul 23.00, sehingga masih sempat tidur di hotel sebelum paginya
rapat di IDB.
Begitu boarding jujur
saya akan kaget. Seperti lazimnya
pesawat besar, di pintu masuk selalu ada pramugari yang mengarahkan penumpang
karena ada dua jalur jalan. Bayangan
saya bahwa Saudia Airlines termasuk penerbangan kelas premium seperti SQ atau
paling tidak seperti Garuda hilang.
Mengapa? Postur fisik dan pakain
pramugari Saudia Airlines tidak sebaik kedua perbangan tadi. Saya tidak mengatakan mereka tidak cantik,
tetapi saya yakin semua orang bisa membedakan pramugari Garuda dengan Lion dari
penampilannya. Sekian bukan lalu, ketika
pergi Ke Myanmar saya juga menulis di blok ini perbedaan pramugari SQ dan Silk
Air, walupun keduanya satu grup. Rasana
penampilan pramugari Saudia lebih mirip dengan Silk Air dibanding dengan SQ
atau Garuda.
Begitu duduk dan
melihat majalah dan penataan di kantongnya, saya lebih yakin kalau Saudia
Airlines bukan kelasnya SQ atau Garuda.
Majalahnya sudah usang dan tidak tertata dengan rapi. Pada hal pesawat yang digunakan termasuk
pesawat canggih, yaitu Bouing 777-300 ER.
Kondisi kursi juga tidak menggambarkan penerbangan kelas premium.
Ketika tiba waktu
makan dan menerima makan malam, saya lebih yakin lagi menyimpulkan bahwa Saudia
Airlines bukan penerbangan premium. Apalagi ketika menjelang landing diberi
sarapan yang sangat sederhana. Mungkin lebih rendah kelasnya dibanding denga
Emirates dan hanya sekelas menengah seperti dengan Turkish.
Tidak ada yang salah
kalau memang Saudia memposisikan diri sebagai penerbangan kelas menengah atau
bahkan LCC (low cost carier) seperti Air Asia atau Lion Air. Saya saja yang mungkin salah duga atau
terlalu berharap Saudia Airlines pada kelas premium, sehingga kaget ketika
mendapati kenyataan itu. Namun yang saya
takut adalah, kalau sebenarnya dirancang untuk kelas premium tetapi karena
manajemen yang kurang tepat, kemudian yang terjadi adalah kelas menengah atau
bahkan di bawah itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar