Tanggal 19 saya
diundang untuk menyampaikan pemikiran pengembangan guru SMA dan SMK di
Bandung. Karena acaranya pagi, dan
tanggal 19 malam saya punya acara di Surabaya, maka saya berangkat tanggal 18
sore dan balik ke Surabaya tanggal 19 sore juga. Kabar yang menggembirakan,
sekarang penerbangan Surabaya-Bandung dua kali sehari. Dari Surabaya pukul 11.30an dan 17.50an.
Bari Bandung, pukul 13.20an dan jam 15.20an.
Keberangkatan dari
Suabaya ke Bandung berjalan lancar.
Berangkat dari Surabaya pukul 17.55 sampai di hotel Panghegar, tempat
penyelenggaraan seminar, sekitar pukul 20.00.
Cukup lancar, karena seperti biasa antrean take off cukup lama. Demikian juga taksi dari bandara Husain ke
hotel cukup lama, karena jalanan macet.
Tanggal 19 saya
kebagian menyampaikan makalah pukul 09.00 sehingga pukul 10.00 sudah
selesai. Namun saya ingin mendengarkan
paparan teman dari Kadin yang dapat giliran sesudah saya. Setelah makan siang, sekitar pukul 13.20 saya
segera siap-siap ke bandara, dengan harapan dapat sampai bandara lebih awal
sehingga dapat istirahat di lounge.
Saya sudah tahu kalau
lalu lintas macet. Namun saya kaget
ketika justru di depat bandara yang sangat macet. Pada hal itu hanya jalan kecil, jalan dalam
kompleks permahan AURI, sehingga hanya kendaraan ke bandara yang ada. Kalau toh ada satu-dua kendaraan lain, adalah
kendaraan warga setempat. Pukul 14.310
saya baru sampai bandara, sehingga hotel Panghegar-bandara Husain perlu waktu
50 menit. Bukan main.
Begitu masuk bandara
saya lebih kaget. Antrean masuk untuk
melewati X-ray sangat panjang. Aga empat
baris, dengan masing-masing sekita 15 meter.
Bukan main. Alat X-ray hanya dua
buah, dengan pintu yang sempit sementara yang akan masuk sangat banyak. Begitu masuk ke ruang dalam untuk check-in
ternyata orang juga berjubel. Untunglah
saya naik Garuda, sehingga seperti biasanya antrean check-in tidak banyak.
Ketika akan masuk
ruang tunggu di lantai dua, justru lebih ngeri.
Antrean dua baris dengan panjang sekitar 20 meter. Pada hal tangga naik sangat sempit. Jadi wajar kalai majunya antrean
sangat-sangat lambat. Saya membayangkan
bagaimana kalau sampai waktu boarding tiba ternyata belum bisa masuk ke ruang
tunggu. Betul, sampai ada pengumuman
Garuda Surabaya boarding, saya masih antre sekitar 10 meter. Untunglah petugas mengumumkan siapa yang
Garuda Surabaya agar masuk duluan. Kami,
sekitar 10 orang terpasa “menyalip” antrean dan dengan suyah payah melewati
X-ray.
Begitu dapat melewati
X-ray dan masuk ruan tunggu, ya ampun orang berjubel bukan main. Berdiripun sangat mepet-mepet, melebihi pasar
malam yang ada orkes dangdut. Meskipun
ber-AC dan Bandung, banyak orang yang kipas-kipas karena kepanasan. Ketika diumumkan Garuda Surabaya las call,
terpaksa petugas mencarikan jalan penumpang agar dapat menuju ke pintu
keluar. Sambil keluar saya sempat
menggerutu kepada petugas, “bandara kok seperti pasar malam”.
Begitu masuk ke pesawat
dan duduk di kursi no. 22-C, saya berpikir bagaimana bisa terjadi keadaan
bandara seperti itu. Dugaan saya keadaan
itu belum lama terjadi. Seingat saya,
dua bulan lalu saya juga punya acara ke Bandung dan bahkan sempat menginap dua malam. Pulangnya juga ke Surabaya, bersama dengan
teman dari Australia, Lynne Hill. Sekali
lagi, mengapa keadaan itu terjadi?
Mengapa terjadi perubahan yang cepat?
Berdasarkan data bahwa
penerbangan Surabaya-Bandung yang semula satu kali sekarang menjadi dua
kali. Banyaknya penerangan
Bandung-Malaysia yang konon terus tambah.
Berjubelnya penumpang baik di lantai satu, tempat check ini dan di ruang
tunggu pada lantai dua. Saya jadi
berpikir apakah jumlah penerbangan di bandara Husain Bandung bertambah banyak,
sehingga fasilitas tidak mampu menampung?
Apakah penambahan penerbangan itu tidak memperhitungkan kapasitas
bandara?
Tentu saya tidak mampu
menjawab. Yang saya takutkan adalah
keinginan untuk menambah pendapatkan terlalu tinggi, sehingga kurang
memperhatikan kapasitas yang ada. Mudah-mudahan itu hanya dugaan yang tergesa-gesa
dan keadaannya tidak seperti itu. Saya mengajak semua pihak merenungkan
itu. Jangan sampai keinginan menambah
pundi-pundi justru kontra produktif, karena menurunkan kepuasan pelanggan.
Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar