Sebenarnya saya sudah
beberapa kali di ITB Bremen University.
Bahkan tahun lalu juga datang ke ITB bersama dengan rombongan dari
Unesa. Hanya saja, selama ini saya
datang untuk kunjungan singkat dan datang menggunakan taksi. Nah kali ini, saya datang ke ITB Bremen
University untuk melakukan penelitian kolaboratif selama 3 minggu. Tentu akan sangat boros jika setiap hari
menggunakan taksi. Oleh karena itu saya
memutuskan akan menggunakan tram yang terkenal tepat waktu dan murah.
Partner penelitian
saya, Dr. Pekka Kamarainen-orang Finlandia yang bekerja di ITB dan sudah
beberapa kali ke Indonesia, sepertinya kawatir saya bingung. Oleh karena itu, dia email menanyakan apakah
saya memerlukan penjemputan dari bandara dan penjemputan ketika hari pertama ke
ITB. Dengan “percaya diri” saya menjawab
email, kalau saya akan naik taksi saja.
Saya juga menjelaskan kalau sudah dapat apartmen di Olgastrasse 19 dan
akan ke ITB naik tram. Sepertinya dia
masih kawatir, oleh karena itu memberi petunjuk detail sekali, tram no berapa
yang harus saya gunakan, naiknya dimana, ganti dimana dan seterusnya.
Ketika saya
menjelaskan bahwa host saya menyarankan naik bus no. 25 atau 730 atau 740 ke
HBF (central statiun) dan kemudian menggunakan tram no 6 ke ITB, Pekka tampak
kawatir. Dia tetap menyarankan naik tram
10 dari St Jurgan Strasse dan bahkan mengirimkan peta. Masih juga kawatir, dia kirim email lagi akan
mampir ke apartmen untuk mengantarkan petan yang lebih jelas. Sungkan
merepotkan, say menjawab sore ini akan melihat tempat tram no 10 stop di St
Jurgan Strasse, sehingga besuk pagi sudah hafal.
Selasa jam 9 pagi saya
berangkat dari apartmen ditemani isteri yang kebetulan ikut ke Jerman. Naik
tram no 10, di HBF ganti tram no 6 dan turun di Universitat Nord seperti
pentunjuk Pekka. Semua lancar. Mudah karen dalam kereta ada layar kecil yang
menunjukkan nama pemberhentian yang akan tiba dan juga ada suaranya. Bahkan di
HBF ada penjelasan kalau disini anda dapat bertukar tram sesuai dengan tujuan.
Turun dari tram, saya
mencai gedung BIBA dan drop tower yang oleh Pekka dijadikan pedoman. Betul ketemu.
Sesuai tafsir saya terhadap petunjuk Pekka, segera saya menyeberang
jalan dan masuk gedung di situ. Namun
ketika masuk, saya merasa ini bukan gedung ITB.
Apalagi tidak ada pentunjuk atau tulisan ITB di gedung itu. Ternyata saya masih bingung juga, pada hal
sudah beberapa kali ke ITB. Tidak mau
berlama-lama bingung, segera saya bertanya kepada anak muda bule yang tampak
sangat ramah dan dengan bahasa Inggris yang bagus.
Ketika saya mengatakan
ingin ke ITB sepertinya dia tidak tahu.
Dengan sigap, dia mengajak saya ke ruang kerjanya dan membuka web untuk
mencari ITB dan ketemu. Ternyata saya
salah menyeberang. Mestinya menyeberang ke arah gedung BIBA dan drop tower,
bukan sebaliknya. Untung ada anak
muda-bule yang ngganteng, ramah dan mau membantu mencarikan di web. Semoga Yang Maha Pemberi Pahala, memberikan
balasan setimpal kepada anak itu.
Sambil berjalan menuju
gedung ITB seperti yang diarahkan anak tadi, saya berpikir pastilah anak muda
tadi peneliti atau paling tidak mahasiswa S3 yang sedang menyusun
disertasi. Ruang kerjanya bagus, dengan
meja kerja besar gaya bule yang diatasnya banyak kertas berserakan seperti
sedang mengerjakan sesuatu. Juga tampak
beberapa buku referensi dan jurnal yang beberapa diantatanya sedang terbuka.
Begitu masuk gedung
ITB dan naik ke lantai 2, ada seorang ibu setengah baya, berbadan kurus dan
bersuara besar menyambut kami. Setelah
memberikan salam, saya mengenalkan diri.
Dia langsung menjawab “ well, Pekka has told me about you. Let me show
you Pekka’s office”. Diantarlah saya ke
ruang kerja Pekka, dan Pekka ternyata sudah menunggu dan menyambut dengan
kalimat “selamat pagi”. Memang dia bisa
bahasa Indonesia, walupun tidak lancar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar