Ketika mendarat di
bandara Bremen tanggl 10 lalu, saya dan isteri terbebani perasaan sedikit
takut. Mengapa, karena membawa berbagai
makanan pesanan Kiki, anak sulung yang tinggal di Edinburgh. Apa saja?
Ada sambal ikan rowa, daun jeruk, keripik tempe Malang, emping melinjo,
abon sapi, dan tentu saja indomie untuk persiapan ketika baru datang di
Bremen. Isteri ngotot membawa sambel
ikan rowa, karena itu pesanan Kiki kepasa Camel, menantu kami. Dari Indonesia,
kami sudah memutuskan untuk men-declare kepada petugas bea cukaiMengapa saya
ingin men-declare barang yang harganya tidak seberapa itu? Karena jika tidak di-declare dan ketahuan,denda
sangat mahal berkali-kali lipat dibanding harga barang itu. Kalau di-decale dan ternyata tidak boleh, ya
dibuang saja.
Kami datang sekitar
jam 09 pagi, dan ketika antre pengecekan imigrasi seperti azinya masuk negara
lain. Petugasnya hanya 2 orang, sehingga
kami antre sangat panjang, dan celakanya kami dapat urutan yang paling belakang.
Orang-orang yang antre di belakang kami
pada lari, ke jalur sebelar-jalur warganegara Uni Eropa, ketika jalur itu
kosong. Oleh karena itu, ketika selesai
pengecekan paspor dan akan mengambil barang, tempat pengambilan bagasi sudah
sepi. Ban berjalan juga sudah berhenti, dan dua koper besar kami tinggal
sendirian di atas ban berjalan yang sudah berhenti itu.
Karena koper cukup
berat dan ukurannya besar, maka saya segera mencari troli, sementara isteri
menunggu di dekat koper. Setelah dapat
troli dan menaikkan dua koper besar ke atasnya, plus koper kecil yang dibawa ke
cabin, saya mengajak isteri menuju pintu untuk penumpang yang membawa barang
dan perlu di-declare atau pemeriksaan oeh bea cukai. Saya melihat masih ada beberapa orang yang
ada di situ. Seperti biasanya, memang
koper dibuka dan penumpang diminta menunjukkan barang yang di declare.
Kadang-kadang terjadi tanya jawab agak panjang, karena petugas tidak mengenal
barang yang dibawa penumpang.
Ketika kami antre,
tiba-tiba terdengar suara seperti memanggil. Saya menoleh, ternyata benar. Petugas bea cukai yang berdiri di depan pintu
tanpa declare memanggil kami berdua. Ya,
kami mendorong troli berbalik arah ke petugas itu. Dia bertanya, apakah kami pertama kali ke
Bremen. Isteri saya menjawab, “no this
is the second dan he is for the fifth” (sambil menunjuk saya). Sambil manggut-manggut, pertugas itu berkata,
“you know, this custom”, sambil menunjuk baju seragamnya. Saya bengong, karena tidak tahu
maksudnya. Kan saya ingin men-declare
barang yang saya bawa dan untuk itu akan keluar lewat pintu declare.
Melihat saya bengong,
petugas itu kembali berkata, “this is custom-sambil menunjuk baju seragamnya,
and this exit gate”. Sambil masih
bingung saya segera mendorong troli keluar pintu yang disediakan untuk
penumpang yang tidak perlu men-declare barang. Saya mendorong troli agak cepat
dan segera berbelok untuk mencari tempat yang akan kosong untuk istirahat
sejenak.
Sampai di luar, saya
diskusi dengan isteri. Kok aneh ya,
penumpang yang men-declare barang bawaan malah disuruh langsung keluar. Pada hal yang lazim terjadi, penumpang yang
ingin keluar pintu tanpa declare dan petugas bea cukai curiga, akan disuruh
balik dan keluar lewat pintu declare untuk diperiksa barang bawaannya. Nah, kalau ternyata ada barang bawaan yang
tidak boleh masuk, penumpang yang bersangkutan dianggap menyelundupkan barang
dan oleh karena itu barangnya dirampas dan penumpang dikenakan denda sangat
mahal. Bahkan jika barangnya membayakan,
penumpang bisa diintegorasi panjang.
Saya memang beberapa
kali membawa barang, keluar bandara lewat pintu declare dan setelah petugas
bertanya apa barang yang dibawa, dia mengatakan “please go a head”. Tetapi itu biasanya saya hanya membawa mie
dan saya mengatakan “I bring nudle”.
Nah, kali ini yang kami bawa ada sambal ikan rowa, daun jeruk dan abon
sapi”. Informasi yang saya dapat, barang dari daging dan tanaman tidak boleh
masuk ke Eropa.
Isteri saya mengatakan
“mungkin wajah kami culun dan sudah tua, sehingga petugas yakin tidak membawa
barang yang membahayakan”. Atau mungkin
orang Melayu, kalau toh membawa barang ya makanan. Namun, bukankah isteri saya berkerudung dan
konon mengundang kecurigaan. Atau orang
Jerman yakin orang Indonesia baik-baik, sehingga tidak perlu dicurigai? Pertanyaan
itu sampai saat ini belum mendapat jawaban yang tuntas sampai sekarang. Untung juga jadi orangtua yang berwajah culun
ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar