BANDARA DOHA
Tanggal
13 eptember 2013 tengah malam saya berangkat ke Amerika Serikat atas undangan
USAID selama 1 minggu untuk mengikuti serangkaian workshop di Boston dan
Washington. Penerbangan menggunakan
Qatar Airways dan transit di Doha, sebelum melanjutkan penerbanan ke Boston via
Chicago. Baru sekali ini saya terbang ke
Amerika Serikat melalui arah Barat. Biasanya arah Timur, lewat Hongkong atau
Narita Jepang. Juga pernah lewat
Singapore. Senang juga punya pengalaman
mengitari bola bumi lewat jalur berbeda.
Saya
memang pernah naik pesawat dan transit di daerah Timur tengah. Biasanya kalau dalam perjalanan ke
Eropa. Garuda biasanya transit di Dubai
atau Abu Dhabi. Kalau naik Emirat ingat
saya juga transit di Dubai. Namun baru
pertama kali ini naik Qatar Airways yang wajar saja transit di Doha, ibu kota
Qatar. Biasa, itu kan kebijakan negara
yang seakan mengharuskan penerbangan singgah di negaranya. SQ selalu singgah di Singapore, MH dan Air
Asia selalu singgah di Kualalumpur. ANA dan JAL selalu singgah di Narita. Cathay
Pasific selalu singgah di Hongkong dan sebagainya.
Yang
menarik, saya baru pertama naik Qatar Airways dan baru pertama ke Doha. Oleh karena itu saya amati betul seperti apa
karateristiknya. Apakah Qatar Air
seperti penerbangan milik negara-negara Timu Tengah dan apakah bandara Doha
seperti umumnya bandara di Timur Tengah.
Pesawat
berangkat dari bandara Soetta tepat waktu, pukul 00.10. Crew pesawat sepertinya “bule semua”. Saya tidak pandai menebak asal orang
mana. Namun dari wajahnya saya menduga
orang Eropa. Memang ada yang agak mirip
wajah orang Timur Tengah, namun seperti mix blood. Bahasa Inggrisnya juga fasih. Saya tidak bertemu dengan pilot, tetapi
ketika mengumumkan, dari suaranya saya menduga juga orang Barat. Jadi praktis crew pesawat didominasi oleh
orang Barat. Mirip maskapai Timur Tengah
lainnya, kecuali Turkey Air yang crewnya banyak orang Turki.
Layanan
selama penerbangan juga menggunakan standar Internasional yang kental. Wine (minuman keras) ditawarkan.
Makanan juga cenderung makanan Eropa, walaupun dari Jakarta ada pilihan
nasi uduk yang tentu saya pilih. Dalam
hati saya bertanya, mana ya kesan Timur Tengahnya? Walaupun untuk penerbangan internasional,
Garuda punya kesan kental Indonesia. MH
punya kesan kental Malaysia. ANA dan JAL
punya kesan kental Jepang. Cathay punya
kesan kental China.
Pesawat
landing dengan mulus di Doha pukul 04.30an, terlambat beberapa menit dari
jadwal. Walaupun bandara internasional,
ternyata Doha tidak menggunakan garbarata.
Jadi penumpang turun dengan tangga dan terus naik bus untuk menuju
terminal. Ternyata terminalnya dipisah, yang
untuk penumpang turun di Doha, yang
transit dan untuk kelas bisnis atau premier.
Dalam
bandara terasa sekali bahwa penumpangnya berbagai bangsa. Bahkan tidak banyak wajah dan pakaian Timur
Tengah. Mungkin karena saya turun di
terminal transit. Tetapi tetap berbeda,
dengan Dubai dan Abu Dhabi yang banyak wajah dan pakaianTimur Tengah. Petugas di bandara juga sedikit sekali yang
wajah Timu Tengah. Mengapa ya? Apa karena Qatar negara kaya dengan penduduk
hanya 1,3 juta, sehingga tidak mau bekerja di bagian yang “kasar” atau
“rendahan”.
Bandara
Doha kecil dan sederhana, tidak semegah bandara Dubai atau Abu Dhabi. Namun terkesan bersih dan cukup nyaman. Tidak banyak toko atau restoran seperti
bandara lain. Aturan sepertinya juga
ketat. Gate dibuka tepat waktu. Antrean diatur rapi. Bahkan untuk penerbangan ke Amerika Serikat
punya pintu sendiri. Mungkin untuk
keamanan. Seperti kita maklum keamanan
penerbangan ke Amerika Serikat sangat ketat dan kadang terasa ada phobia.
Ketika
akan naik pesawat, penumpang kembali naik bus dan diturunkan sangat dekat
dengan tangga. Penumpang tidak boleh jalan
di bandara. Bahkan penumpang kelas
bisnis yang keliru ikut naik bus kelas ekonomi, tidak boleh turun dari
bus. Bus mengantarnya ke dekat tangga
kelas bisnis, walaupun jaraknya mungkin hanya 20 meter.
Nah,
saat terbang dari Doha menuju Chicago, crew pesawatnya ganti. Tampak beberapa pramugari dengan wajah Timur
Tengah. Namun makanan yang ditawarkan
tetap ala Barat. Mungkin ini bahan
kajian yang menarik bagi mereka yang menekuni dunia pariwisata dan jasa
penerbangan. Atau juga teman-teman yang
menekuni kajian hubungan internasional.
Bahkan psikologi sosial, apakah negara kecil dan konon dibawah
perlindungan Barat kemudian kebarat-baratan.
1 komentar:
Untuk jarak tempuh, kira2 lebih lama lewat jalur barat atau timur?
Posting Komentar