Desember
2011, setelah mengikuti Higher Education Summit di Washington, saya dan
beberapa teman dari Universitas Negeri Makasar (UNM) mampir ke NIU (Northern
Illinois University) di DeKalb.
Sebenarnya tujuan awal saya ke OSU (Uhio State University) di Columbus
dan OU (Ohio University) di Athens. Di
OSU bertemu dengan Sue Decho untuk diskusi tentang kelanjutan Usintec,
sedangkan di OU untuk mematangkan proposal kerjasama penelitian yang disusun
bersama.
Kebetulan
Prof Arismunandar (Rektor UNM) yang semula ingin ke NIU untuk mematangkan
pengiriman mahasiswa S2 Adminitrasi Publik ikut ke OSU dan OU, sehingga saya
juga ikut ke NIU. Jadilah kami pergi
bersama-sama, baik ke OSU, OU maupun NIU.
Saya tertarik ke NIU DeKalb memang belum kesana dan Pak Aris ingin ikut
ke Athens karena saya beritahu kampusnya sangat bagus di daerah pegunungan. NIU sangat menarik karena beberapa tokoh
Indonesia lulusan situ, misalnya Anies Baswedan, Andi Malarangeng dan Ryas
Rasyid.
Untuk
ke DeKalb, pesawat mendarat di Chicago.
Kami dijemput oleh Jim Collins, dosen NIU yang sudah sering ke
Indonesia. Perjalanan Chicago-DeKalb
dengan mobil sekitar 1,5 jam. Dalam
perjalanan, sambil mendengarkan cerita Pak Jim Collins, saya berpikir apa yang
dapat didiskusikan di NIU. Kebetulan Pak
Jim Collins adalah ahli sosiologi bahasa, sehingga ceritanya lebih banyak
tentang bahasa dan budaya di Indonesia yang pernah dia teliti. Cerita itu mengilhami untuk menggali peluang
double degree dalam bidang bahasa. Malam
harinya, ketika menginap di hotel kampus, ide tersebut kami diskusikan. Teman-teman UNM mendukung, karena selama ini
baru mengirim mahasiswa yang sifatnya non credit.
Besuk
paginya, sebelum acara resmi dimulai, kami diskusikan itu dengan pihak
NIU. Seingat saya waktu itu yang banyak
berperan adalah Terry Borg, Dean School
of Education dan Deborah, provost di
NIU. Gayung bersambut dan disepakati
untuk ditindaklanjuti dengan saling komuniasi via email. Untuk memperlancar, Unesa dan UNM mengundang
Pak Jim Collins ke Indonesia untuk memberi kuliah, sekaligus membantu
menuntaskan konsep double degree dalam S2 Bahasa Inggris.
Setelah
mengalami perjalan panjang dan berliku, akhir MOU kami tanda tangani dan MoA
siap ditandatangani oleh Direktur Pascasarjana Unesa, Direktur Pascasarjana UNM
dan pihak NIU. Itulah yang membuat saya,
Prof Ketut Budayasa (Direktur Pascasarjana), Prof Masitoh (Asdir 2) dan Dr.
Suharsono (Kaprodi S2 Bahasa) ke NIU.
Saya menggunakan kesempatan waktu setelah selesai mengikuti acara USAID
di Boston dan Washington, sehingga hemat waktu dan biaya. Oleh karena itu
dipilih waktunya tanggal 22 September 2013. Aneh harinya Minggu, karena itu hari yang
sama-sama bisa.
Sebelum
acara dimulai, Terry Borg mendekati saya dengan wajah yang serius. Dia mengatakan, kira-kira: “we need to talk since Dikti does not agree
with our financial scenario”. Dia
menjelaskan bahwa pada draft MoA dibuat scenario pembayaran tuition fee langsung dari Dikti ke
NIU. Dengan cara itu, program dianggap
paket sehingga lebih murah. Namun Dikti
tidak setuju, karena beasiswa harus ditransfer ke mahasiswa dan baru mahasiswa
membayar ke NIU. Menurut aturan NIU,
kalau seperti itu mahasiswa dianggap individual dan bukan paket, sehingga tuition fee menjadi lebih mahal.
Sebagai
mantan direktur, saya faham mengapa Dikti seperti itu. Dana beasiswa itu merupakan bantuan sosial,
sehingga menurut aturan keuangan harus diberikan langsung kepada si
penerima. Tidak boleh diberikan kepada
lembaga, kecuali lembaga swasta. Maslaahnya Unesa dan UNM adalah PTN, sehingga
tidak dapat menerima dana seperti itu. Saya sering mengatakan, “uang itu punya
logika sendiri”. Kasihan Terry Borg,
sepertinya sangat bingung dengan pendapat Dikti. Maklum, orang asing tentu tidak faham tentang
mekanisme keuangan di Indonesia.
Merspons
kerisauan Terry, saya menanyakan kira-kira: “Let
us find out another way. If the tuition fee paid by university, let say paid by
Unesa dan UNM, is it considered as a group and get a flat?”. Dia menjawab kira-kira: “I think so, but I don’t have the authority
with that matter. I consult to Deborah”.
Jadi ada jalan keluar kan? Sambil
kelakar saya katakana: “There is always a
way when we do a little bit smarter.”
Dia pun ketawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar