Sudah
lama saya ingin berkunjung ke MIT, khususnya ke Sloan School of Management.
Mungkin saya terobsesi untuk menyaksikan seperti apa tempat kerja Peter
Senge, pengarang buku The Fifth dan School That Learn yang sangat terkenal
itu. The
Fifth merupakan buku induk yang memuat konsep secara umum, sedangkan School That Learn membahas aplikasi
konsep sistem yang diterapkan dalam bidang pendidikan. Saya menganjurkan siapa yang ingin memahami
sekolah atau universitas sebagai sebuah sistem, membaca dua buku tersebut.
Rabu
19 September 2013 keinginan tersebut terlaksana. Saya
bersama beberapa rektor LPTK berkunjung ke Sloan
School of Management. Gedungnya sangat bagus dan terletak di pinggir sungai
besar. Walaupun tidak terlalu besar dan juga
tidak mewah, tetapi kesan teknologi sangat kental. Misalnya pengaturan lampu dan perangkat pembelajaran
di ruang workshop. Waktu ruangan agak silau akibat sinar matahari yang masuk,
ada layar tipis yang diturunkan. Tetap terang
tetapi tidak silau.
Waktu
masuk ke gedung tersebut saya berjalan bersama Prof Suparno, rektor UM. Saya katakan slogan UM “learning university” mungkin mengadop pikiran Peter Senge. Menurut Peter Senge, team learning merupakan salah satu komponen penting dalam melakukan
perubahan. Artinya semua orang dalam
organisasi harus belajar secara bersama.
Pak Parno membenarkan. Semoga UM
sukses menerapkan konsep tersebut.
Walaupun
tidak bertemu dengan Peter Senge, saya sangat puas mendengarkan kuliah singkat
dari Prof. Vijay Kumar, Direktur Educational Innovation and Technology
dan Prof Richard Larson, tokoh di BLOSSOMS (Blended
Learning Open Source Science or Math Studies). Vijay Kumar yang asli India itu menjelaskan
berbagai inovasi untuk memudahkan mahasiswa memahami perkuliahan dan membantu
dosen mengelola pembelajaran.
Salah
satu yang dijelakan adalah inovasi yang disebut dengan MOOC (Massive Open Online Course). Dalam inovasi tersebut kuliah dilakukan
secara online. Siapapun dapat ikut kuliah dan tidak perlu
membayar. Tentu tidak dapat ikut ujian,
karena bukan mahasiswa yang resmi terdaftar.
Jadi semacam sit in dalam
kuliah tradisional. Menurut pengalaman
Vijay, mahasiswa yang ikut MOOC kemudian membentuk kelompok-kelompok untuk
mendiskusikan lebih lanjut materi kuliah.
Dan dari diskusi-diskusi itulah justru mahasiswa belajar. Jujur saya belum pernah membuka MOOC, mungkin
polanya seperti pembelajaran di NHS yang lebih merangsang siswa/mahasiswa
memecahkan masalah dan bukan sekedar menyampaikan informasi.
Inovasi
lain yang dijelaskan Vijay Kumar adalah I-Lab.
Saya belum benar-benar memahami seperti apa I-Lab. Namun dari apa yang dijelaskan Vijay,
mahasiswa dapat melakukan “praktikum jarak jauh”. Artinya dengan pola online, mahasiswa dapat mengoperasional peralatan Lab. Kata Vijay I-Lab bukan Virtual Lab yang hanya
berupa simulasi. I-Lab mahasiswa
benar-benar praktikum dan peralatan lan yang dioperasikan benar-benar ada dan
berjalan. Hanya saja dioperasikan jarak
jauh.
Jujur
saya sulit membayangkan. Yang dapat
saya bayangkan seperti ahli NASA yang mengoperasikan robot di ruang angkasa
atau di permukaan bulan. Robotnya
benar-benar ada dan dapat dioperasikan dari jarak jauh. Ahli NASA mengoperasikan robot dari ruang
kendali di Amerikan Serikat. Saya masih penasaran, bagaimana risikonya. Yang praktikum mahasiswa sehingga peluang
untuk salah tentu cukup tinggi. Apalagi
jika tidak didampingi oleh dosen. Sayang
waktu Vijay sangat singkat, sehingga hal itu tidak sempat saya tanyakan.
Kuliah
singkat Prof Richard Larson tentang BLOOSOMMS.
Melaui inovasi itu dosen, mahasiswa, guru mengembangkan “potongan
pembelajaran” menjadi sebuah film yang dapat diputar melalui video. Bahan tersebut kemudian digunakan sebagai
“pengantar” oleh guru untuk membahas suatu pokok bahasan/topik tertentu. Dan selanjutnya guru membahas bersama siswa.
Richard
sempat menunjukkan BLOOSSOMS yang dibuat oleh dosen UTM Malaysia tentang sistem
pengaturan dalam komputer. Tayangan
dimulai dengan pesta perkawinan di Malaysia yang heboh dengan tamu sangat
banyak. Kemudian dosen mengatakan
“betapa ruwetnya layanan makan pada pesta tersebut jika sistem kerja pelayan
tidak diatur dengan baik”. “Itulah
gambaran sistem pengaturan dalam program komputer”. Contoh lain dibuat oleh mahasiswa Pakistan
untuk pengantar materi probabilitas dengan menunjukkan tebakan dibalik tiga
pintu. DUa pintu berisi kambing dan satu
pintu berisi mobil. Bagaimana cara
menebak pintu yang dibelakangnya mobil.
Sungguh
menarik. Bukan isi atau substansi kuliah
yang digarap oleh tim Prof Vijay Kumar dan Prof Richard Larson, tetapi
bagaimana memanfaatkan teknologi untuk membantu pembelajaran. Bukankah itu yang sering disebut CAI (Computer as Aid of Instruction). Saya sering mendengar itu dari teman-teman
yang menekuni bidang Teknologi Pembelajaran (TEP). Yang membuat kaget, teman-teman ahli TEP
masih berkutat dengan hal-hal lain, tahu-tahu MIT sudah menemukan inovasi itu
dan sudah bekerjasama dengan banyak negara.
Dalam benak saya muncul pertanyaan “apakah MIT masuk ke bidang keahlian
Teknologi Pembelajaran”.
Mengapa
pertanyaan itu muncul dan mengganggu benak saya? Peter Senge yang bidang keahliannya Industrial Management menyusun buku
School That Learn yang menjadi referensi pokok mereka yang mempelajari
Manajemen Pendidikan. Jangan-jangan apa
yang dilakukan oleh Vijay Kumar dan Richard Larsen ditulis dan menjadi
referensi pokok bagi mereka yang mendalami Teknologi Pembelajaran. Pada hal mereka berdua sebenarnya bukan
doktor TEP.
Setelah
itu saya membayangkan inovasi Vijay, baik MOOC dan I-Lab mungkin dapat
diarahkan menjadi “Shared Resources
Universities”. Beberapa universitas
dapat membentuk konsorsium. Masing-masing
universitas mengembangkan bahan ajar sesuai dengan potensi dan sumber yang
dimiliki. Nanti mahasiswa dari
universitas lain dapat mengikuti kuliah resmi termasuk ujian. Dengan begitu mahasiswa dapat memilih kuliah
dari dosen yang “hebat” walaupun yang bersangkutan mengajar di universitas
lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar