Kemarin,
saya mem-posting kecelakaan yang dialami Dul, putra musikus Ahmad Dhani di
facebook. Kalimatnya sederhana: “Trabrakan
yang dialami Dul, putra musikus Ahmad Dhani, semoga menjadi pelajaran mahal
untuk kita”. Tanggapan muncul bersautan,
dengan berbagai versi. Sangat
wajar. Ahmad Dhani adalah musikus
terkenal dengan berbagai kontroversinya.
Tentu banyak fans yang senang dan juga banyak orang yang kurang
senang. Ketika ada peristiwa serius yang
menimpa keluarganya, tanggapan yang muncul tentu dipengaruhi oleh persepsi
masing-masing terhadap Ahmad Dhani.
Frame of thinking dibentuk oleh persepsi dan frame of thinking akan
mempengaruhi respons terhadap informasi yang masuk. Jadi variasi respons tersebut wajar.
Sebenarnya
yang ingin saya ajukan bukan terkait dengan Dul apalagi dengan Ahmad Dhani,
tetapi peristiwa itu merupakan suatu pelajaran mahal. Bukankah semua peristiwa, fenomena, perilaku
orang dan apa saja yang kita temui sebenarnya pelajaran yang dikirim oleh Yang
Maha Mendidik. Tinggal kita mau atau
tidak, belajar dari apa yang kita temui.
Seorang
kawan pernah mengatakan, jika kita ketemu orang jahat itu artinya Tuhan memberi
pelajaran agar kita tidak menirunya.
Jika kita ketemu orang baik, pada dasarnya Tuhan memberi contoh untuk
ditiru. Jika melihat suatu peristiwa
kita dapat belajar apa yang baik dan apa yang kurang baik. Apa yang bermanfaat dan apa yang tidak
bermanfaat. Apa yang harus dipelajari
lebih lanjut dan apa yang dapat dilupakan.
Jika peristiwa itu baik, bagaimana agar dapat terulang. Dan jika peristiwa itu tidak baik, bagaimana
agar tidak terulang. Dan seterusnya.
Bukankah itu hakekat belajar sepanjang hayat (life long learning).
Dari
persitiwa kecelakan Dul banyak aspek yang dapat menjadi pelajaran bagi banyak
pihak. Mulai dari info bahwa mobil itu
hadiah bagi Dul. Kapan Dul mulai
menyopir di jalan umum. Sampai bagaimana
Ahmad Dhani bertemu dengan keluara korban.
Bagaimana Ahmad Dhani menyatakan secara moral akan menyekolahkan anak-anak
korban sampai S3. Bagaimana resons Polri
terhadap peristiwa itu. Bagaimana ada
dua menteri yang menjenguk Dul. Dan sebagainya dan sebagainya.
Peristiwa
yang mahal, karena menyangkut sekian nyawa melayang, sekian orang yang luka
parah, sekian orang yang mendapat tekanan batin, sekian orang yang terpaksa
sibuk mengurusi ini dan itu. Terlalu
mahal kalau kita lewatkan tanpa menjadikan kita belajar. Tentu sesuai dengan sisi dan kapasitas
masing-masing.
Bagi
orang tua, kita dapat belajar dari peristiwa itu, apakah kita sudah betul dalam
mengajari dan memberi kepercayaan anak kita dmengendarai sepeda angin, speda
motor bahkan mobil. Apakah kita sudah
betul menanamkan bahwa jalan raya itu milik orang banyak, digunakan orang
banyak dan setiap orang harus menghargai pihak lain sesama pengguna jalan raya.
Apakah kita sudah belajar dan
melaksanakan berempati kepada pihak lain yang mendapatkan musibah. Apakah kita sudah betul bertanggungjawab
moral maupun material terhadap persitiswa yang diakibatkan oleh perilaku kita
atau keluarga. Apakah betul aturan dan
hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, namun tetap menunjung tinggi praduga tak
bersalah dan aspek-aspek kemanusiaan.
Mungkin
bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang psikologi dan pendidikan dapat
menjadikan peristiwa itu sebagai studi kasus.
Bukan untuk menyudutkan seseorang, tetapi sebagai kajian akademik untuk
menemukan penyebab terjadinya, dampak yang ditimbulkan terhadap pelaku, korban
atau pihak lain yang terkait, dan terutama untuk mencari cara untuk mencegah
agar tidak terulang. Tentu jika perlu
dibuat “anonim”, biar pelaku atau korban tidak menanggung beban moral
tambahan. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar