Natick
High School (NHS) adalah SMA Negeri di Natick suatu daerah pinggiran kota
Boston Massachusetts. Saya sangat senang
mendapatkan kesempatan berkunjung ke NHS, karena merupakan sekolah model di
Boston. Gedungnya sangat megah dan baru
dua tahun selesai dibangun. Sarananya
sangat lengkap dan beorientasi kepada teknologi maju, sehingga didukung dengan
lab robotik , lab komputer, lab sains, juga perpustakaan yang lengkap.
Sekolah
juga memiliki lapangan olahraga indoor yang sangat megah, dengan trak lari,
lapangan untuk basket, baseball dan
alat-alat gym yang lengkap. Di luar
gedung terdapat empat buah lapangan tenis yang sangat bagus. Saya tidak ingin menguraikan apa-apa yang
terkait dengan sarana, karena “terlalu hebat” untuk ditiru. Bagi yang tertarik
dapat melacak keterangan lebih lanjut tentang NHS di www.natickps.org.Yang saya bagi pengalaman adalah hal-hal yang terkait
dengan layanan dan pembelajaran.
Karena
sekolah negeri, maka pada dasarnya NHS bebas biaya. Artinya siswa tidak perlu membayar. Semua ditanggung pemerintah yang tentunya
berasal dari pajak. Juga ada dukungan
dari masyarakat secara sukarela. NHS
juga tidak boleh menolak jika ada anak yang tinggal di Natick yang
mendaftar. Termasuk anak-anak orang
“luar” tetapi tinggal di Natick, misalnya mahasiswa S3 dari luar negeri yang
tinggal di Natick. Namun, jika orang tua
si anak tinggal di luar Natick, maka harus melamar dan membayar. Bayarnyapun sangat mahal. Infomasi yang saya dapat siswa internasional
(dari luar Amerika Serikat) harus membayar 37.000 dolar (setara dengan 370 juta
rupiah?) per tahun.
Di
samping membayar siswa dari luar Natick, baik luar daerah Natick maupun luar
Amerika Serikat juga harus mengikuti serangkaian seleksi. Informasi yang saya terima, seleksi sangat
ketat dan baru akan diterima kalau calon siswa memang memiliki potensi yang
hebat. Misalnya Natick menerima siswa
dari China, karena dia pianis yang hebat. Juga ada siswa dari luar Natick yang kemampuan
hebat dalam robotik. Kesan saya, NHS
menerima siswa dari luar untuk mendongkrak prestasi sekolah.
Ketika
berkeliling melihat proses belajar mengajar di kelas saya menjumpai hal-hal
yang sangat menarik. Seperti umumnya pola pembelajaran di sekolah-sekolah di Amerika,
aktivitas guru lebih banyak “memancing” siswa untuk berpikir dan mencari
jawaban dari soal atau pertanyaan atau fenomena yang diajukan guru. Jarang sekali guru memberikan informasi
secara langsung. Guru mengajukan suatu kejadian atau fenomena dan meminta siswa
mencari jawaban atau penjelasan mengapa itu terjadi.
Menurut
saya itulah yang sebenarnya disebut dengan keterampilan proses yang di
Indonesia sudah disebut sejak Kurikulum 1975, tetapi belum terlaksana dengan
baik. Yang dipentingkan bukan produk
(misalnya siswa faham tentang suatu konsep), tetapi siswa terlatih bagaimana “menemukan”
konsep tersebut. Prof Mohamad Nur (guru
besar emeritus Unesa) sering menyebut siswa belajar seperti ilmuwan bekerja
atau ketika ilmuwan menemukan suatu konsep atau teori.
Dalam
kurikulum NHS ada matapelajaran yang diberi kode AP yang artinya Advance Program (program lanjutan). Saya mendapatkan contoh tes matematika untuk
anak K-12 (setingkat dengan SMA Kelas 12) yang termasuk matapelajaran dengan
kode AP. Saya sungguh kaget, karena
mirip apa yang dipelajari oleh mahasiswa Teknik akhir sementer satu atau bahkan
semester dua. Memang pelajaran itu hanya
diikuti oleh siswa yang memang berminat, tetapi levelnya sungguh cukup tinggi.
Ketika
Kurikulum 2013 ada program peminatan, saya pikir model AP yang diterapkan di
NHS dapat menjadi salah satu bahan banding.
Agar kita tahu apa plus-minusnya dan apa konskwensi yang ditanggung
sekolah yang menerapkan. Misalnya, saya
menduga anak pandai akan tertarik mengambil jalur peminatan. Konskwensinya dia akan menghabiskan banyak
waktu pada matapelajaran itu (karena disenangi) dan mungkin “agak melupakan”
matapelajaran lain.
Yang
juga sangat menarik adalah NHS punya pembinaan profesional guru yang disebut
PLC (Professional Learning Community). Miri KKG atau MGMP di Indonesia, tetapi
levelnya sekolah. Di samping itu NHS
punya guru yang ditunjuk sebagai master
teacher. Tugasnya memantau tugas
guru lain dan membibing guru se mata pelajaran dalam melaksanaan PLC. Setiap hari, guru mapel sejenis atau serumpun
bertemu selama 45 menit untuk membahas pengalaman mengajar hari itu. Hasilnya direkan sebagai bagian dari
portofolio guru.
Sungguh
menarik, kita “meninggalkan” KKG dan MGMP, tetapi NHS justru melaksanakannya
secara konsisten. Dan menurut para guru
manfaatnya sangat baik. Sebuah pelajaran
menarik. Saat ini para guru mendapat tunjangan profesi. Konon nanti akan ada Evaluasi
Kinerja Guru dan guru yang tidak bagus kinerjanya akan dihentikan tunjanan
profesinya. MGMP/KKG/PLC mungkin dapat
dijadikan wahana pembinaan guru dan dijalankan secara konsisten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar