Senin
tanggal 23 September 2013 adalah hari paling longgar selama saya di Amerika
Serikat. Karena acara MoA dengan NIU
diajukan pada hari Minggu sore, maka praktis Senin tidak ada acara yang
terjadwal. Satu-satunya acara adalah berkunjung
ke Konsulat Jenderal RI di Chicago. Mas
Jepri Edi, diplomat muda di Konjen Chicago sangat baik hati. Minggu mengantar ke NIU DeKalb dan Senin pagi
menjemput kami untuk ke Konjen.
Konsul
Jenderal di Chicago, Pak Andriasa Supandy, sangat baik. Masih muda, tampan, sudah menduduki posisi
konsul jenderal. Kabarnya dia juga
pernah di rumah tangga kepresidenan.
Saya menduga dia orang “pilihan” sehingga sangat mungkin kariernya akan cemerlang. Pak
Konjen menjelaskan potensi negara-negara bagian Mid West. Katanya sangat mungkin tempe yang kita makan
di Indonesia, kedelenya dari daerah Mid West.
Mid West memang terkenal lumbung jagung dan kedele. Kantor pusat Mc Donald juga di Chicago. Jadi setiap makan Mc-D berarti kita menyumbang
kepada Chicago. Kantor pusat Buing juga
di Chicago.
Selesai
acara kami segera minta diri. Disamping
takut mengganggu waktu Pak Konjen, juga ingin melihat-lihat kota Chicago. Di lift kami bertemu dengan Pak Dodi, staf
KJRI yang kemarin mengantar ke NIU DeKalb.
Ternyata beliau ditugasi KJRI Chicago untuk mengantar kami sight
seeing. Baik sekali KJRI, hari minggu
mengantar kami ke DeKalb dan senin mengantar keliling kota.
Jadilah
kami keliling kota Chicago, melihat Millennium
Park dan taman lainnya dan mendengar bahwa kota Chicago pernah terbakar habis
tahun 1920an lantar “dibongkar total dan dirombak” menjadi tata kota yang bagus
serta makan siang di Chinese town. Menurut saya penataan kota Chicago sangat
bagus. Jalan tertata baik, taman berada
di berbagai lokasi. Chinese town penuh
dengan restoran China dengan berbagai ornamennya. Bahkan juga ad taman kecil yang dipenuhi
dengan patung dan simbul-simbul China.
Sambil
berjalan saya bepikir siapa yang merancang kota Chicago? Siapa yang merancang Millennium Park? Siapa yang
merancang Chinese town? Siapa yang merancang Buckingham Fountain? Siapa
yang merancang jogging track sepanjang danau Michigan? Siapa yang merancang wisata arsitektur dengan
menyusuri sungai di kota Chicago?
Memikirkan
itu, saya jadi teringat Pak Ciputra dengan Taman Ancol dan Citra Land-nya. Ingat
Pak Habibie dengan Batam dan IPTN-nya. Ingat Suramadu yang digagas oleh
almarhum Pak Mochamad Noer (mantan Gubernur Jawa Timur). Ingat Anies Baswedan
dengan Indonesia Mengajar-nya. Ingat Pak Nuh dengan beasiswa Bidik Misi-nya. Ingat
dr. Soetomo dkk yang mendirikan Boedi Oetomo sebagai cikal-bakal gerakan
Indonesia Merdeka. Ingat WR Soepratman dengan lagu Indonesia Raya-nya. Ingat Kadie
Baradja dkk dengan YDSF-nya. Ingat dr
Jose Rizal yang mendirikan MER-C, dsb. dsb.
Bagaimana
orang-orang tersebut berani dan mampu berpikir besar yang melampaui
jamannya. Lebih dari itu mereka itu
kemudian berani melangkah untuk mewujudkannya.
Memang ada yang sukses dalam mewujudkan gagasannya, namun juga ada yang
gagasannta terwujud setelah yang bersangkutan meninggal. Pikiran besar yang bersangkutan kemudian
ditindaklanjuti generasi berikutnya. Dan menjadi kenyataan setelah yang
bersangkutan wafat. Bukanlah Vygotsky sudah
meninggal ketika teori zone of proximal
development populer.
Saya
tidak tahu pasti, namun dugaan saya dr Soetomo sudah wafat ketika Indonesia
Merdeka pada tanggal 17Agustus 1945.
IPTN dan Batam memang tidak sukses saat ini, tetapi saya yakin pada
saatnya akan diteruskan orang lain dan di saat itu orang akan sadar betapa
besar dan bagusnya pikiran Pak Habibie tentang IPTN dan Batam. YDSF memang mulai kecil, tetapi sekarang
menjadi penghimpun dana amal yang besar dan terpercaya, sekaligus penyalur bagi
yang memerlukan. Saya tidak faham
bagaimana WR Soepratman mampu dan berani mengarang lagu Indonesia Raya di zaman
penjajahan. Anis Baswedan mampu
menerobos kebuntuan penyediaan guru hebat bagi daerah terpencil.
Saya
juga tidak dapat membayangkan bagaimana Pak Ciputra menemukan ide mengubah
Ancol yang konon dulu pantai kumuh menjadi pantai wisata seperti sekarang
ini. Saya juga tidak dapat membayangkan
bagaiamana Pak Noer mempunyai ide membuat jembatan yang menghubungkan Surabaya
dengan Madura. Saya juga tidak tahu, Pak
Nuh menemukan ide bagaimana mengentas kemiskinan secara elegan dengan beasiswa
Bisik Misi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar