Tanggal
16 September saya berkunjung ke Harvard
Graduate School of Education dan mengikuti workshop dengan pembicara utama
Professor Paul Reville. Dia merupakan
orang dibalik reformasi pendidikan di negara bagian Massachusetts dan baru saja berhenti sebagai Menteri Pendidikan negara bagian
tersebut.
Massachusetts
adalah negara bagian dengan mutu pendidikan terbaik di Amerika Serikat. Bahkan menurut artikel Kenneth Chang yang
dimuat di The New York Time tanggal 2
September 2013, hasil TIMSS dalam bidang Sains Massachusetts menduduki ranking
dua setelah Singapore, sedangkan untuk Matematika menempati ranking enam,
setelah Korea Selatan, Singapore, Taiwan, Hong Kong dan Jepang.
Topik
yang dibahas juga tentang Key Issues and
Promising Approaches in Education Reform. Penyelenggaranya Graduate School of Education Harvard University yang seakan menjadi
jaminan mutu workshop. Pembicara utama
juga tokoh yang banyak dikagumi orang di banyak belahan dunia. Topiknya juga sangat menarik. Itulah sebabnya saya tidak ingin ketinggalan,
mencari tempat duduk yang strategis dan menyiapkan pertanyaan dan tanggapan
yang mungkin berguna untuk diterapkan di tanah air.
Dan
benar, presentasi Paul Reville sangat menarik.
Intinya Amerika Serikat sedang bergeser menuju sentralisasi pendidikan
dan negara bagian Massachusetts merupakan cikal bakalnya. Sejak tahun 1993, Massashusetts memulai
reformasi pendidikan itu. Idenya
didorong oleh kesadaran bahwa iptek telah berkembang dengan pesat dan itu
berpengaruh kuat dengan industri, pola kerja dan kehidupan keseharian. Pekerjaan kasar (blue color) sudah semakin
hilang dan digantikan otomatisasi.
Pekerjaan semakin mengarah kepada knowledge
based. Jika anak muda tidak
disiapkan, maka industri akan kesulitan mendapatkan tenaga kerja dan bukan
tidak mungkin dimasuki tenaga kerja dari negara lain, seperti Jepang, Korea
Selatan, Taiwan dan sebagainya.
Mobilitas
orang juga sangat tinggi, sehingga akan sulit jika setiap negara bagian atau
bahkan daerah menerapkan sistem pendidikan yan berbeda seperti sekarang
ini. Sangat riskan dan tidak bijak, jika
anak muda yang kebetulan tinggal di negara bagian “A” mendapatkan pendidikan
yang berbeda dengan temannya yanh tinggal di negara bagian “B”. Mereka akan kesulitan jika akam melanjutkan
atau bekerja di negara bagian lain yang memiliki pendidikan yang berbeda.
Oleh
karena itu dimuculkan Common Core Standards
(CCS) untuk pendidikan. Sangat mirip
dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang diterapkan di Indonesia. Kemudian diikuti standar untuk setiap
matapelajaran. Mirip dengan Kompetensi
Dasar (KD) pada kita. Sampai saat ini hanya lima negara bagian yang belum
mengadopsi CCS tersebut, sementara empat puluh lima negara bagian lainnya telah
mengadopsi. Dalam hati saya mengatakan “kalau
itu sih, Indonesia sudah punya lebih dahulu”/
Untuk
Massachusetts, penerapan CCS tersebut diikuti dengan MCAS (Massachusetts Comprehensive Assessment System) dan evaluasi
kinerja guru. MCAS mirip dengan UN di
Indonesia. Namun MCAS tidak diwajibkan
kepada setiap sekolah, tetapi secara sampel atau sekolah juga dapat mengajukan
diri sebagai volunteer. Dalam praktek banyak sekolah atau siswa yang
mengikuti MCAS karena diperlukan ketika mereka akan melanjutkan ke perguruan
tinggi. Sekali lagi dalam hati saya
berkata, kami punya UN. Hanya kalau UN
wajib diikuti semua siswa, kalau MCAS tidak wajib.
Selesai
mengikuti workshop, saya merenung.
Pendidikan di Indonesia yang semula sentralisasi sekarang menjadi
desentralisasi. Bahkan UN dan kurikulum
ditentang banyak orang, karena dianggap menyeragamkan sekolah dan siswa yang
kondisinya berbeda-beda. Sebaliknya,
pendidikan di Amerika Serikat yang selama ini sangat desentralistik justru bergerak
ke sentralisasi. Walaupun tidak ada
kurikulum nasional atau bahkan kurikulum negara bagian, tetapi ada CCS. Sekolah mengembangkan kurikulum
masing-masing, tetapi berpedoman pada CCS.
Mirip KTSP di Indonesia. Juga ada
MCAS untuk mengecek ketercapaian CCS.
Lebih
dari itu di negara bagian Massachusetts, dilakukan evaluasi kinerja guru secara
ketat. Maksudnya untuk memastikan guru
mengajar dengan baik dan siswa mencapai CCS.
Mirip ketuntasan yang diberlakukan di Indonesia. Bedanya evaluasi terhadap guru dilakukan dan
jika guru tidak dapat menunjukkan kinerja dengan standar minimal, kontraknya
tidak akan diperpanjang.
Dalam renungan saya tertingat buku McGinn &
Welsh (1999) dengan judul Deceentralization of Education:
Why, When, What and How. Menurut McGinn & Welsh,
sentralisasi-desentralisasi seakan mirip pendulum yang selalu berayun mengikuti
situasi dan mencari posisi yang tepat sesuai dengan situasinya. Semoga menjadi
pelajaran buat kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar