Setelah
selesai acara di AUE, mengunjungi Lab School dan pabrik fork lift Toyota, Rabu
tanggal 25 Juni pagi sekita pukul 7.45 kami berangkat ke Hokuriku University di
Kanazawa. Tidak ada penerbangan dari
Nagoya ke Kanazawa dan juga tidak ada kereka api yang langsung. Oleh karena itu kami naik bus kecil yang
disewa. Perjalanan Nagoya-Kanazawa
selama sekitar 4 jam.
Acara
pokok di Hokuriku adalah menandatangani MoU kerjasama dan memulai diskusi
beberapa program yang dapat segera dimulai.
Kami juga diajak melihat-lihat kampus yang sangat indah. Kantor pusatnya terletak di puncak bukit,
sehingga dari gedung tersebut dapat melihat pemandangan seluruh kota
Kanazawa. Kami juga diajak keliling
kampus kedua, untuk Fakultas Farmasi yang konon merupaka jurusan Farmasi yang
terbaik di Jepang.
Selesai
acara di Hokuriku kami sempatkan mampir ke Kenrokuen Garden, yang kata orang
Kokuriku merupakan taman dengan enam keajaiban.
Konon juga merupakan salah satu taman terbaik di Jepang. Jujur, saya tidak menemukan dimana keajaiban
taman tersebut. Rasanya biasa-biasa
saja, kecuali adanya pohon-pohon besar yang terpelihara dengan baik.
Selesai
melihat Kenrokuen Garden kami melanjutkan perjalanan ke Nagano, untuk
bermalam. Perjalanan dari Kanazawa ke
Nagano juga sekitar 4 jam dan kami sampai di Nagano pukul 19.30 malam. Menurut sopir kami perjalanan yang kami
tempuh dari Nagoya-Kanazawa-Nagano sejauh 460 km. Perjalanan panjang dan cukup melelahkan. Namun karena jalannya datar dan halus,
sedangkan lalu lintas cukup sepi dan busnya bagus, maka perjalanan cukup
menyenangkan.
Yang
paling menarik adalah dari Nagoya ke Kanazawa kami melewati 46 terowongan,
sedangkan dari Kanazawa ke Nagano kami melewati 53 terowongan. Jadi dalam sehari kami melewati 99 buah
terowongan. Sesuatu yang tidak
terbayangkan. 99 terowongan dilewati
dengan bus dalam satu hari.
Mengapa
dapat begitu? Jepang tengat ternyata
terdiri dari bukit-bukit. Lokasi
pedesaan berada di lembah-lembah di sela-sela bukit yang subur. Nah, berbeda dengan Indonesia yang membuat
jalan meliuk-liuk di lereng bukit, Jepang justru membuat jalan dengan menembus
bukit dengan terowongan. Karena bukitnys
sangat banyak, sehingga terowongannya juga sangat banyak. Bahkan ada dua terowongan yang jaraknya hanya
sekitar 50 m. Jadi baru sekitar 50 m
keluar dari terowongan lalu masuk ke terowongan berikutnya.
Panjang
terowongan sangat bervariasi, mungkin sesuai besarnya bukit yang ditembus. Seingat saya terowongan terpanjang adalah
terowongan Oyuzirazo (mudah-mudahan tidak salah ingat namanya) dengan panjang
4.560 meter, jadi sekitar 4,5 km terletak antara Kanazawa dengan Nagano.
Apa
yang dapat dipelajari dari model jalan menembus terowongan? Jalan yang kami lewati adalah jalan tol
(bebas hambatan) dan katanya dibangun serta dioperasikan oleh perusahaan
swasta. Konon jalan tol tersebut menguntungkan, karena banyak kendaraan
lewat. Karena tidak harus memperhatikan
tebing gunung, maka jalan tol tersebut terasa sangat datar. Artinya hamper tidak ada naik-turun yang
berarti. Tikungan tajam juga tidak ada,
karena tidak terpengaruh oleh bentuk kaki bukit.
Jalan
juga sangat mulus dan semua terowongan dilengkapi dengan lampu penerangan yang
bagus. Untuk terowongan yang cukup
panjang dilengkapi dengan blower besar, untuk mendorong agar terjadi aliran angina
di dalam terowongan. Setiap pintu masuk
terowongan dilengkapi dengan lampu merah-kuning-hijau, untuk menunjukkan apakah
kendaraan boleh masuk atau tidak.
Katanya jika ada mobil mogok di dalam, otomatis lampu kuning akan
menyala. Jika mobil mogok tersebut
menghalangi seluruh jalan, yang menyala lampu merah.
Pada
terowongan yang cukup panjang, di dalamnya ada semacam trotoar. Katanya untuk orang/petugas berjalan. Juga ada semacam tempat meminggirkan
kendaraan. Ada tempat orang
menelpon. Jadi semua kejadian dalam
terowongan sepertinya sudah diantisipasi.
Katanya juga ada alat untuk memantau semua terowongan tersebut, sehingga
setiap kejadian dapat segera diatasi.
Ada
bagian jalan tol yang melewati pantai dengan tiang-tiang penjangga di atas
laut. Mungkin sekali pada lokasi itu
tidak mungkin dibuat terowongan, sehingga jalan tol terpaksa melewati pinggir
bukit dan karena letaknya dipinggir laut, jalan dibuat saja di atas pantai.
Rasanya
para arsitek jalan perlu melihat jalan tol tersebut. Dengan jalan yang datar, mulus dan lancer,
sangat mungkin terjadi penghematan waktu tempuh, penghematan bahan bakar, dan
juga nyaman bagi sopir maupun penumpang.
Apakah perbandingan biaya yang mungkin mahal untuk membangun dapat
terkompensasi oleh penghematan dan kenyamanan tersebut. Itulah yang perlu dipelajari. Semoga kita dapat belajar kepada mereka yang
lebih dahulu “pandai”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar