Nama
resmi sekolah tersebut Nagoya Junior High School: Affiliated to Aichi
University of Education (saya tidak ingat dalam Bhs Jepangnya), namun karena
merupakan binaan Aichi University of Education (AUE), maka kepada kami
dikenalkan sebagai SMP Lab School AUE di Nagoya. Memang lokasinya di kota Nagoya. Jadi agak jauh dari kampus AUE yang terletak
di luar kota.
SMP
Lab School AUE di Nagoya memiliki 501 siswa dengan guru sebanyak 32 orang. Kepala sekolahnya dosen aktif di AUE,
sehingga yang sehari-hari memimpin sekolah adalah Wakil Kepala Sekolah. Seperti biasanya SMP di Jepang, siswa memakai
seragam dan siswa laki-laki memakai celana panjang. Di sekolah siswa (dan juga guru) memakai
sepatu dalam, yaitu sepatu ket yang hanya dipakai di dalam sekolah. Begitu siswa tiba di sekolah, mengganti
sepatu yang dipakai dari rumah dengan sepatu dalam yang disimpan dalam loker
masing-masing.
Sebagai
Lab School, SMP Lab School Nagoya memiliki fungsi: (1) sebagai tempat melakukan
penelitian dan pengembangan serta inovasi pembelajaran, (2) sebagai tempat
belajar/praktek bagi mahasiswa AUE, (3) sebagai sekolah bagi anak-anak Jepang
yang baru pulang dari negara lain.
Maksudnya anak-anak yang sekian lama mengikui orang tua atau hal lain,
sehingga lama tinggal di luar negeri dan memerlukan penyesuaian untuk kembali
bersekolah di Jepang.
Dalam
pembelajaran digunakan prinsip: (1) menekankan proses dan bukan produk,
sehingga proses berpikir siswa menjadi perhatian utama, dan (2) menerapkan
konsep bahwa siswa dan guru belajar bersama-sama. Setiap tahun siswa melakukan out bond selama
3 hari+2 malam untuk membangun kebersamaan, sekaligus untuk mengenalkan siswa
kepada masalah nyata di masyarakat.
Jumlah
siswa dalam setiap kelas 40 orang (standar di Jepang). Namun karena berbagai hal, khususnya turunnya
angka kelahiran di Jepang banyak kelas yang siswanya kurang dari 40 orang.
Tetapi semua kelas yang kami kunjungi rata-rata siswanya 36-39 orang. Banyak siswa dari Brasil. Sebagian besar mereka adalah anak-anak orang
Jepang yang dahulu migrasi ke Brasil, menikah dengan orang setempat dan
sekarang kembali bekerja di Jepang.
Jadi pada umumnya mereka berdarah campuran.
Bangku
terdiri dari meja dan kuri yang tingginya dapat diatur sesuai tinggi tubuh
siswa. Duduk siswa dibuat
selang-seling. Anak laki-laki jejer
dengan anak perempuan. Informasi yang
saya dapat setiap bulan posisi duduk diganti, dengan maksud setiap siswa punya
pengalaman duduk jejer dengan banyak teman.
Maksudnya agar mereka belajar berkomunikasi dan berinternasi dengan
teman yang berbeda.
Papan
tulis berwarna hijau dan dibuat melengkung, mungkin agar pandangan siswa yang
duduk di pinggir tetap bagus. Papan
merupakan magnetik dan guru dapat menempelkan clip pemegang kertas di papan
tulis. Di dinding sebelah papan tulis
terdapat jadwal pelajaran dan beberapa hasil karya siswa yang ditempel dengan
pines.
Sepertinya
siswa sudah biasa dikunjungi tamu, sehingga tidak merasa terganggu dengan
kehadiran kami. Kami mengunjungi
beberapa kelas, antara lain Kelas Matematika, Kelas Home Economis dan Kelas
IPS. Pada Matematika sepertinya guru
sedang mengajarkan menemukan rumus, secara induktif. Siswa diminta maju untuk mengerjakan soal dan
teman lain menanggapi. Namun kesan saya
kelas tidak begitu aktif. Masing-masing
siswa sibuk, mungkin mengerjakan pada bukunya masing-masing
Pada
kelas Home Economics, sepertinya sedang membahas gisi beberapa jenis
masakan. Guru menjelaskan kandungan gisi
beberapa jenis makanan dan menanyakan kepada siswa beberapa jenis bahan makanan
yang mereka biasa makan di rumah.
Setelah itu diindentifikasi kandungan gisi. Setelah iti guru mengajak siswa untuk
menyimpulkan apakah makanan yang mereka makan di rumah cukup memenuhi gisi yang
diperlukan oleh badan. Menurut Wakil
Kepala Sekolah, seringkali kelas Home Economics dipadu dengan kelas Industrial
Arts dan kelas Olahraga dan Kesehatan.
Kelas
IPS sangat menarik. Siswa dibagi dalam
kelompok masing-masing 3 orang atau 4 orang.
Jadi ada 12 kelompok. Kepada
mereka diajukan pertanyaan kira-kira.
Bagaimana pendapat Anda tentang sebaiknya posisi tentara Bela Diri
Jepang. Empat kelompok ditugaskan untuk
dalam posisi pendapat “tidak setuju Jepang punya tentara untuk tugas
apapun”. Empat kelompok ditugasi untuk
posisi pendapat “setuju Jepang punya tentara Bela Diri tetapi hanya untu
kepentingan keamanan dalam negeri”.
Empat kelompok ditugaskan untuk posisi pendapat “setuju Jepang punya
tentara Bela Diri termasuk untuk menjaga keamanan dan hak-hak orang Jepang di
luar negeri”.
Sebelumnya
guru menjelaskan posisi tentara Bela Diri Jepang sekarang banyak menjadi
perdebatan. Apalagi ketika terjadi perang Irak, Amerika Serikat meminta Jepang
untuk mengirimkan tentara Bela Diri bersama tentara dari negara lain bertugas
di Irak. Nah, masing-masing kelompok
diminta mengajukan argumentasi terhadap posisi pendapat yang ditugaskan. Setelah mendiskusikan dalam kelompok, setiap
kelompok menuliskan pendapat (argument) tersebut di papan kecil magnetik dan
kemudian ditempelkan di papan tulis.
Jadi di papan tulis terdapat 12 papan kecil yang masing-masing berisi
pendapat kelompok. Acuan dasar yang
digunakan adalah Hak Asasi Manusia.
Beberapa
kelompok diminta menjelaskan apa yang ditulis di papan kecil miliknya. Setelah itu antar kelompok yang berbeda
pendapat diminta untuk berdiskusi.
Setelah berdiskusi mereka dibolehkan berubah pendapat atau menyatukan
pendapat. Pendapat hasil diskusi itu
dituliskan lagi di papan kecil magnetik, tetapi dengan spidol warna merah (pendapat
pertama ditulis dengan spidol warna hitam).
Kemudian papan kecil dengan tulisan merah ditempel di papan.
Setelah
ditempel, setiap kelompok gabungan yang punya diminta menjelaskan argumennya
dan kelompok lain diundang untuk mengomentari.
Juga diundang mereka untuk mensinergikan antar kelompok yang berbeda
pendpat. Namun tetap dibiarkan jika
mereka tetap berbeda pendapat.
Saya
melihat orientasi kepada proses benar-benar diterapkan. Saat melihat Kelas Matematika dan Home
Economics, saya sudah belajar bagaimana menerapkan “keterampilam proses” di
matapelajaran Matematika dan Kesehatan.
Di Kelas IPS (nama topiknya Peace Education) saya lebih banyak belajar
lagi. Belajar bagaimana mendorong siswa
untuk mengajukan pendapat, bagaimana mendorong siswa untuk berdebat dan juga
mensinergikan pendapat. Mendorong siswa untuk tetap menghormati orang lain,
walaupun tetap berbeda pendapat sampai pelajaran selesai. Ada kesan kuat, siswa dilatih untuk
menyiapkan diri mengambil keputusan, sembari belajar hidup bermsyarakat yang
heterogen.
Sayang
sekali, saya tidak faham bahasa Jepang sehingga tidak mengerti inti pembicaraan
guru maupun siswa. Namun dari tulisan (angka) dan bahasa tubuh mereka, saya
menduga diskusi mengarah kepada high order thinking (HOT). Khusus pada matapelajaran IPS (Peace
Education) diterapkan problem based learning sekaligus juga cooperative
learning. Maksudnya siswa didorong untuk
bekerjasama, tetapi untuk memecahkan masalah yang memang sedang terjadi di
masyarakat. Dalam kelas Home Economics
yang dibahas makanan sehari-hari di Jepang, dan dalam kelas IPS tentang
kontroversi tentara Bela Diri di Jepang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar