Minggu, 22 Juni 2014

HONG KONG



Sebenarnya saya sudah beberapa kali ke Hong Kong, sebagian besar hanya transit.  Kali ini saya juga transit dalam perjalanan ke Jepang untuk berkunjung ke Aichi University of Education di Nagoya dan Hokuriku University di Kanazawa.  Di Aichi University of Education saya akan bertemu dengan Rektor yang baru, sekaligus memperkenalkan Pak Warsono calon pengganti saya.  Juga memberi seminar tentang pendidikan untuk dosen dan mahasiswa.  Di Hokuriku University akan menandatangani MoU.

Dari anak saya, Reza yang saat kuliah di Australia berteman baik dengan anak-anak Hong Kong, saya mendapat cerita kalau orang Hong Kong lebih senang menjadi bagian Inggris dari pada China.  Orang Hong Kong tidak mau disebut China, walaupun memegang paspor China.  Kalau disebut sebagai orang China, mereka akan mengatakan “bukan, saya orang Hong Kong”.  Bahkan banyak orang Hong Kong lebih bangga memegang identitas sebagai “orang Inggris kelas dua” dari pada sebagai “orang China”.

Kali ini saya memperhatikan perilaku mereka di bandara dan mencoba membandingkan dengan orang China yang biasa kita jumpai di bandara-bandara China Daratan.  Dan kesan saya memang berbeda. Secara fisik, saya tidak melihat perbedaan orang Hong Kong dengan orang China, tetapi dari cara berpakaian dan berperilaku kesan saya memang berbeda.  Pengaruh Inggris tampak sangat kuat.  Mungkin karena selama 100 tahun, Hong Kong dikelola oleh Inggris, sehingga “penularan budaya” terjadi secara intens.

Kesan yang pertama saya tangkap adalah volume suara ketika mereka berbicara.  Orang Hong Kong sangat mirip dengan orang Barat yang terbiasa bicara pelan di lingkungan orang banyak.  Sementara seingat saya, orang China biasanya berbicara agak keras bahkan terkesan ramai, meskipun di tempat umum.  Sayang sekali saya tidak dapat berbahasa Canton dan Mandarin, sehingga tidak dapat mengerti apa yang mereka bicarakan.  Seandainya saya faham bahasa mereka, saya akan dapat melihat apakah cara berbahasa mereka berbeda.

Sepintas saya juga mengamati cara berpakaian orang Hong Kong dan orang China agak berbeda.  Memang tidak begitu jelas, tetapi kesan saya cara berpakaian orang Hong Kong juga terpengaruh kuat orang Inggris.  Warna pakaian yang dipilih cenderung soft dan tidak colorful seperti orang China.  Setahu saya orang-orang di China Daratan senang sekali berpakaian yang warna-warni.

Kesan lain yang cukup menyolok adalah soal anteran.  Di bandara Hong Kong orang antre dengan teratus.  Misalnya ketika boarding dan ketika membeli makanan.  Saya yang berdiri di dekat penjual makanan ditanya apakah juga antre.  Tampaknya penanya takut menyerobot antrean.  Hal seperti itu tidak lazim di tempat umum di China.  Mungkin ya, di tempat-tempat tertentu, tetapi banyak yang tidak demikian.

Apa yang dapat dipetik dari fenomena itu?  Pertama, tampaknya prinsip dalam interaksi sosial yang menyebutkan bahwa elemen yang lebih unggul akan menularkan budayanya ke elemen yang kurang, sudah terjadi di Hong Kong.  Ketika Inggris mengelola Hong Kong, tentu orang Inggris difahami lebih kuat dibanding orang Hong Kong yang pada saat itu bagian dari China.  Oleh karena itu pengaruh budaya Inggris begitu kuat di Hong Kong.  Apalagi itu terjadi selama 100 tahun.

Kedua,  dalam proses perkembangan budaya itu kemudian orang Hong Kong menikmati manfaat budaya Inggris.  Oleh karena itu kemudian budaya Inggris menjadi bagian dari masyarakat.  Dan ketika Hong Kong kembali ke pangkuan China, orang Hong Kong enggan kembali ke budaya China.  Atau mungkin terjadi rasa inferiority dari orang Hong Kong sebagai bagian dari China, sehingga merasa lebih “bermartabat” sebagai orang Inggris.  Walaupun sangat mungkin, seirama dengan kebangkitan Asia, pada saatnya China dianggap lebih unggul dari Inggris.

Ketiga, walaupun sudah merasa menjadi orang Inggris tampaknya Hong Kong tidak kehilangan jati diri sebagai bagian dari Asia.  Buktinya, ketika melakukan reformasi pendidikan yang dipelopori oleh Kai Mien Cheng, mereka tetap membawa kearifan Asia Timur.   Mungkin itu akan menjadi salah satu model menggabungkan pola pikir Barat dengan kearifan Timur.  Semoga kita dapat belajar dari mereka.

Tidak ada komentar: