Masih
tentang UN 2014. Sebagai koordinator
pengawas Jawa Timur saya kaget ketika membaca berita tentang joki ganas dan
joki gosok. Lebih kaget lagi ketika
kepolisian menemukan sumber joki ganas dan gosok adalah “pencurian soal” oleh
Kepala Sekolah SMA Lamongan. Dan itu
dilakukan secara “berjamaah”.
Kebetulan
ada beberapa mahasiswa PPs Unesa dari
Lamongan, sehingga saya mencoba mencari informasi bagaimana itu terjadi. Saya berusaha bertanya sebagai sesama pendidik,
dengan harapan mendapatkan informasi yang sebenarnya. Tentu bukan masalah pidana yang ingin saya
cari, biarlah itu ditangani oleh aparat yang berkompeten. Yang saya ingin cari adalah informasi dari
sudut padang pendidikan. Dan hasilnya
sungguh mengejutkan.
Konon
beberapa tahun lalu ada sebuah SMA Swasta di Lamongan yang banyak siswanya
tidak lulus UN. Sekolah tersebut dirusak
oleh masyarakat dan tahun berikutnya tidak mendapatkan siswa baru. Fenomena itu menghantui para kepala
sekolah. Apalagi sudah menjadi rahasia
umum kalau hasil dalam UN menjadi indikator prestasi kepala sekolah, bahkan
prestasi Kepala Dinas Pendidikan.
Mereka
semakin takut ketika hasil try out menunjukkan banyak siswa yang mendapatkan
nilai jelek. Mereka dapat informasi soal
UN 2014 memang lebih sulit, karena dimasuki soal-soal PISA dan soal-soal
prediktif buatan dosen. Kalau dalam UN mereka tetap mendapat nilai
seperti itu tentu mereka tidak akan lulus. Dan jika banyak siswa yang tidak lulus, posisi
mereka sebagai kepala sekolah mungkin tidak aman.
Informasi
yang saya dapat dari teman-teman Lamongan, perpaduan antara kasihan kepada
siswa jika tidak lulus UN dan ketakutan mendapatkan penilaian jelek jika banyak
tidak lulus, menjadi alas an mengapa kepala sekolah sampai “mencuri” soal
UN. Itupun masih ditambah ketakutan
kalau prestasi UN turun drastis, karena tahun 2013 Kab Lamongan menjadi
kabupaten peringkat teratas di Jawa Timur.
Mendengar
penjelasan teman-teman Lamongan saya jadi berpikir, mungkin tujuannya baik, terutama
keinginan untuk membantu agar siswa dapat lulus UN dengan nilai baik. Namun cara yang ditempuh tampaknya jauh dari
tepat. Bahkan dapat dikatakan salah
besar. Dapat dibayangkan bagaimana kalau
kejadian itu diketahui oleh siswa kelas dua.
Mereka akan mengatakan tidak perlu belajar keras untuk UN. Toh nanti akan dicarikan jawaban oleh kepala
sekolah.
Merenungkan
kasus itu, saya menjadi teringat fenomena saat mendampingi Mendikbud melihat
try out yang dilaksanakan oleh Jawa Pos bekerjasama dengan sebuah Bimbingan
Belajar. Ketika itu instruktur Bimbel
menjelaskan bagaimana cara mengerjakan soal UN dengan cara cepat. Sungguh
mencengangkan, instrukur tersebut dapat mengajarkan trik-trik mengerjakan soal
UN tanpa memikir seperti yang biasa diajarkan para guru. Memang jauh lebih cepat dan tidak perlu
melakukan analisis seperti yang diajarkan guru. Hasilnya sama akurat tetapi
jauh lebih cepat. Tentu ini sangat
membantu siswa dalam mengerjakan UN yang waktunya sangat pendek.
Saya
membayangkan jika begitu naik kelas tiga siswa langsung ikut bimbingan belajar
dan diajarkan trik-trik seperti itu, sangat mungkin siswa dapat mengerjakan UN
dengan cepat dan hasilnya baik.
Pertanyaannya apakah siswa benar-benar faham substansi soal atau hanya
mengerjakan dengan trik-trik yang tidak perlu faham materi yang sebenarnya. Saya takut, walaupun mungkin mereka dapat
mengerjakan soal-soal UN dengan nilai baik, tetapi sebenarnya mereka tidak
memahami konsep materi ajar. Mungkin itu
yang merupakan penjelasan adanya beberapa
anak lulus ke PTN favorit tetapi kesulitan mengikuti perkuliahan.
Fenomena
di atas menunjukkan adanya guru/orang tua/instruktur yang sebenarnya ingin
membantu siswa agar lulus ujian dan atau dapat masuk PTN favorit, tetapi
caranya yang keliru. Tujuannya mungkin baik, karena ingin membantu
tetapi cara yang ditempuh malah kontra produktif. Cara yang ditempuh membuat anak-anak malas
belajar, dapat lulus dan masuk PTN tetapi kesulitan ketika mengikuti
perkuliahan. Menjadi tugas para
pendidik/orangtua/ instruktur bimbel untuk merenungkan fenomena itu. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar