Tanggal
22-24 Juni 2014 saya beserta rombongan Unesa berkunjung ke Jepang dan salah
satu tujuan utamanya adalah ke Aichi Unversity of Education (AUE) di
Nagoya. Kunjungan ini bukan yang pertama
bagi saya, tetapi baru kali ini saya benar-benar keramahtamahan dan pola kerja kolega
di AUE. Tahun lalu, saya juga ke AUE
tetapi acaranya bersamaan dengan Konferensi rector-rektor universitas Indonesia
dan Jepang. Tempat acaranya di Nagoya
University, sehingga saya ke AUE hanya sebentar. Acara di AUE banyak diikuti oleh teman-teman
Unesa lainnya.
Kunjungan
kali ini sebagai balasan kunjungan Prof. Matsuda tahun lalu sebelum beliau
mengakhiri jabatannya sebagai presiden (rektor). Sekaligus berkenalan dengan rektor baru
pengganti beliau, Prof. Hitomi Goto dan memperkenalkan Prof. Warsono yang akan
segera menggantikan saya sebagai Rektor Unesa.
Ibu Prof. Goto sangat ramah dengan bahasa Inggris logat Jepang yang
kental dan kalau acara resmi lebih senang menggunakan bahasa Jepang. Baru sekali ini saya bertemu dengan rector
wanita di Jepang. Walaupun negara maju,
sangat jarang ada rektor wanita di Jepang.
AEU
merupakan LPTK yang sangat bagus di Jepang.
Jumlah mahasiswa sekitar 5.000 orang dan itu merupakan jumlah mahasiswa
sedang bagi universitas di Jepang.
Lokasinya di propinsi Aichi Jepang bagian tengah. Kampusnya cukup bagus dengan banyak
pohon-pohon dan bahkan punya hutan kecil dalam kampus. Kampusnya berada di luar kota Nagoya,
sehingga lahan sekitarnya masih banyak sawah-sawah kecil di sela-sela
rumah/kantor.
Kami
datang lebih awal, sehingga oleh Prof. Tsuchiya, yang mengatur selama di AUE, kami
diajak ke perpustakaan dan student center lebih dahulu. Menurut saya fasilitas di student center
termasuk sederhana. Meja kerja masih
sama dengan meja kerja pegawai Unesa pada umumnya. Pegawai juga masih banyak menggunakan clip
pemegang lembaran kertas catatan yang dicantolkan pada pegangan di meja. Banyaknya kertas di meja menunjukkan kalau
student center AUE belum menerapkan ICT based.
Perpustakaan
juga cukup sederhana dan juga masih mengandalkan buku dan jurnal tercetak
(printed materials). Namun yang sangat
menarik, perpustakaan AUE menyimpan buku dan jurnal lama (ada yang terbit tahun
1900an awal) dan terawatt baik. Koran
lama juga tersimpan dan terawatt dengan baik.
Konon ada seorang ibu tua yang telaten merawan buku-buku itu, walaupun
beliau pekerja part time. Saya
membayangkan betapa senangnya dosen/mahasiswa yang perlu meneliti dan mencari
data masa lalu.
Kami
juga sempat melihat kuliah di ruang-ruang sekitar student center. Ruang kuliah biasa dan masih menggunakan
papan tulis dan kapur untuk mengajar.
Jumlah mahasiswa S1 yang ikut kuliah juga banyak, kira-kira 50 orang.
Pola perkuliahan yang saya lihat juga biasa, dosen menjelaskan dengan
tulisan/skema yang dibuat di papan tulis.
Kamar
kecil di student center ternyata kondisi biasa saja dan juga tidak terlalu
bersih. Kepada Pak Zahri (mahasiswa S3
dan Ketua STKIP Al Hikmah) yang kebetulan sama-sama di kamar kecil yang
berkomentar “lebih berih kamar kecil sekolah Al Hikmah” dan dijawab kalau
kondisi seperti ini pasti ustads disana marah.
Saya
juga diminta memberi kuliah umum (memorial lecture) kepada dosen-dosen dan
mahasiswa AUE. Topik yang dibahas adalah Rethinking Education for 21st
Century: An Indonesia Case. Saat Prof.
Matsuda datang ke Unesa, beliau juga memberi kuliah di Pascasarjana, sehingga
saya harus mau membalasnya. Hanya saja,
kali ini peserta kuliah yang saya sampaikan banyak kalangan dosen. Termasuk
dari Prof Goto (president), beberapa vice president dan direktur Center for
International Exchange (Prof. Hideki Shimizu).
Ruang
kami memberi kuliah juga sangat biasa. Tidak
ada peralatan canggih yang saya bayangkan tersedia di ruang kuliah perguruan
tinggi baik di Jepang. Laptop yang disediakan juga versi lama. Daya
didampingi Pak Nasution, karena ada mahasiswa yang bertanya dengan menggunakan
bahasa Jepang, sehingga diterjemahkan oleh Pak Nasution. Namun sepertinya mereka berbahasa Inggris
pasif, karena penjelasan saya dalam bahasa Inggris dapat mereka fahami.
Sepulang
dari kampus AUE saya berpikir, apa yang menyebabkan mereka maju. Pada hal semua sarana biasa-biasa saja untuk
ukuran universitas di negara sekelas Jepang.
Bahkan tidak jauh dari sarana yang dimiliki Unesa. Hanya saja, semuanya tampak terpelihara dengan
baik. Gedung, mebelair, papan tulis,
peralatan elektronik tampak sudah tua, tetapi bersih dan terawatt dengan baik.
1 komentar:
YTH PROF MUCHLAS, TERIMAKASIH ATAS INFORMASINYA. SAYA KIRA DI JEPANG SEMUA SERBA MODERN DAN CANGGIH. TAPI DARI CATATAN PROF YANG TERBERAT YANG MEMBUAT MEREKA MAJU ADALAH "RISET APA YANG SEDANG ANDA KERJAKAN SEKARANG" INI BUTUH JAWABAN RIIL UNTUK DOSEN DI INDONESIA.SEMOGA SAYA BISA MEWUJUDKANNYA DALAM AKTIVITAS SAYA.
INTINYA, KITA BISA SEPERTI MEREKA KAERNA FASILITAS TIDAK JAUH BERBEDA :)
Posting Komentar